Batik Aksara Mbojo (Milik Pribadi) |
Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah postingan di media sosial tentang bahasa Bima dan Dompo. Sebuah perdebatan yang tidak akan memiliki titik terang saya kira atau hanya sia-sia belaka. Saya tidak ingin membahasnya lebih lanjut.
Saya membuka kembali catatan H. Zollinger yang bertajuk "Verslag van eene reis naar Bima en Soembawa,...." dalam perjalanannya pada tahun 1847. Kali ini saya mengamati sub-bab tentang bahasa. Pada tabel yang tertera terdapat kata-kata dari beberapa bahasa yang berbeda dan disandingkan. Bahasa Belanda, Melayu, Sasak, Sumbawa, Sanggar, Bima, Bugis, Makassar, Ende dan Tambora.
Antara bahasa Bima, Sanggar dan Tambora masih memiliki kekerabatan. Beberapa kata yang sama atau identik juga beberapa yang hampir mirip. Setiap bahasa saya kira akan selalu punya aksaranya dan Nggahi Mbojo juga memilikinya. Hal tersebut akan berlaku juga dengan bahasa Sanggar, Tambora, Ende dan lainnya.
Ada yang menarik dari aksara Bima Lama yang termuat dalam catatan Zollinger. Setelah dipikir-pikir, melalui analisa yang cukup lama, saya memberanikan diri untuk menyimpulkan demikian. Bahwa Nggahi Mbojo tidak memiliki atau dalam setiap kata bahasa Bima tidak memiliki huruf mati, baik di tengah maupun pada akhir kata. Jika Anda mengatakan ada, yakin itu adalah kata serapan bahasa asing.
Kedua, pada aksara yang termuat tersebut, Zollinger tidak menulis bahwa aksara Bima memiliki tanda sukun atau tanda mati. Hanya tanda e, i, o dan u. Hal ini menambah kekuatan pada pendapat pertama. Selanjutnya, mengenai aksara Bima turunan Lontara (Terlepas dari pendapat yang telah ada mengenai sejarahnya), penggunaan aksara baru ini saya kira juga diinisiasi dari banyaknya serapan bahasa asing oleh Nggahi Mbojo. Agar mempermudah kegiatan tulis-menulis kerajaan atau kearsipan kerajaan, tentunya juga untuk memperlancar hubungan diplomatik.
Maka, dapat disimpulkan bahwa aksara Mbojo yang terdapat dalam catatan H. Zollinger (juga Raffles dan buku Muatan Lokal Caha Tana'o) adalah aksara Mbojo yang sebenarnya dan otentik milik Bima.
Bahasa Bima adalah bahasa yang hidup, memiliki harapan untuk penuturnya agar selalu terpancar Iman dan takwa, Maha Kekal.
Lanta, 09 Maret 2020
Komentar
Posting Komentar