Manuskrip merupakan salah satu sumber sejarah yang penting dan banyak ditemukan dalam berbagai bidang, seperti sastra, sejarah, ilmu pengetahuan, dan filsafat. Kajian manuskrip merupakan studi yang memfokuskan pada analisis dan interpretasi teks yang ditemukan dalam manuskrip tersebut. Tujuan utama dari kajian manuskrip adalah untuk memahami informasi yang terkandung dalam manuskrip, memperoleh wawasan tentang masa lalu, dan memelihara warisan budaya.
Kajian manuskrip membutuhkan pendekatan interdisipliner dan memanfaatkan berbagai teknik, seperti filologi, paleografi, kodikologi, dan sejarah. Filologi membantu dalam menganalisis bahasa dan gaya tulisan dalam manuskrip. Paleografi membantu dalam menentukan usia dan asal manuskrip. Kodikologi membantu dalam memahami aspek fisik dan teknis manuskrip, seperti tipe tulisan, ukuran halaman, dan bahan dasar. Sejarah membantu dalam memahami konteks sosial dan historis manuskrip.
Kajian manuskrip memiliki implikasi yang signifikan bagi berbagai bidang, termasuk sejarah, sastra, dan studi budaya. Hasil dari kajian manuskrip dapat memberikan informasi tentang masa lalu yang tidak terdapat dalam sumber lain, memperluas pemahaman kita tentang sejarah, dan membantu dalam memelihara warisan budaya. Oleh karena itu, kajian manuskrip merupakan bagian penting dari studi sejarah dan budaya.
Bima adalah sebuah daerah yang sangat kaya akan warisan budaya dan adat istiadatnya. Daerah ini dikenal sebagai salah satu sumber penting bagi sejarah dan studi budaya. Terdapat banyak naskah-naskah yang menjadi bukti penting tentang adat istiadat dan budaya yang telah ada sejak lama di Bima. Naskah-naskah tersebut mengandung informasi yang sangat berharga tentang masa lalu daerah ini dan membantu dalam memelihara warisan budaya. Kaya akan naskah-naskah ini membuat Bima menjadi salah satu daerah yang sangat penting dalam kajian sejarah dan budaya. Oleh karena itu, sangat penting untuk mempelajari dan memelihara naskah-naskah ini agar generasi mendatang dapat mengetahui dan memahami sejarah dan budaya Bima.
Naskah tentang adat atau hukum pernikahan merupakan salah satu manuskrip yang sangat berharga bagi studi sejarah dan budaya. Naskah ini mengandung informasi tentang tradisi dan norma yang berlaku dalam pernikahan pada masa lalu. Melalui analisis naskah ini, kita dapat memahami bagaimana pernikahan dipandang dan dilakukan pada masa itu, termasuk hukum yang berlaku, prosedur, dan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam pernikahan.
|
Perihal perkawinan / nikah /yang telah teradatkan
di tanah bima |
|
Yaitu tiga rukun jalannya |
Pertama |
kawin baik yaitu yang di mintai
dengan baik anak perempuan itu di jalankan oleh |
|
Suruhan/seorang tua2/ yang disuruh oleh ibu
(nya?) atau sendiri laki2 itu. |
|
Pergi kepada orang tua perempuan itu.
jikalau di terima diputuskan perkawinannya |
|
Sekalian adatnya itu. Ada yang 40 real atau 80 real dan
sekalian |
|
Hak pada waktu jadi nikah itu maka bahagian
hukum yang menikahkan |
|
Itu yang hadir waktu nikah itu hanya 1 real dari laki2 dan satu
real |
|
Dari perempuan. |
Kedua |
kawin selarian: yaitu yang datang sama2
(laki2 perempuan) di rumah hukum akan minta nikah |
|
Maka hakim menyuruh suruhan memberi tahu
pada wali perempuan akan minta izin |
|
Dinikahkan untuknya maka jikalau wali
perempuan tiada mau memberi izin itu tiada |
|
Mau menjadi wali nikah untuknya // maka
kuasalah hukum menikahkan juga perempuan |
|
Itu dan di walikan oleh hukum // maka
menjadi maskawinnya yang di tanggung |
|
Adakan oleh laki2 15/2 real yaitu maskawin
dan wali hakimnya |
|
Sarat uang nikahnya lima real habis 20 real. |
Ketiga |
perempuan yang pergi mendapatkan hukum membawa di awalnya dia
ada bunting |
|
Dengan laki2 hanya yang di sebutkan yang sudah bikinnya bunting
padanya |
|
Maka oleh hukum memanggil pada laki2 itu
dan seboleh2 disuruh nikah |
|
Dengan perempuan itu maka
aturannya yang laki2 adakan |
|
Uang maskawin juga 15 real dan perempuan juga 5 real |
|
Yaitu bahagian hukum akat
menikahkannya. |
Pertama, adalah kawin baik yang dilakukan dengan cara meminta anak perempuan tersebut dengan baik. Ini dapat dilakukan oleh seorang tua atau oleh laki-laki itu sendiri. Setelah diterima oleh orang tua perempuan, maka perkawinan tersebut diputuskan dan sekaligus adat pernikahan. Adat ini membutuhkan biaya sebesar 40 atau 80 real dan sedangkan biaya yang berlaku saat nikah hanya 1 real dari laki-laki dan 1 real dari perempuan sebagai upah untuk penghulu.
Kedua, adalah kawin selarian yang dilakukan dengan cara laki-laki dan perempuan datang bersama-sama ke rumah hukum untuk meminta nikah. Wali perempuan harus memberikan izin untuk dinikahkan, jika tidak maka hukum akan menjadi wali nikah dan tanggung jawab finansial akan ditanggung oleh laki-laki sebesar 15 real untuk maskawin dan biaya nikah sebesar 5 real, sehingga total biaya pernikahan menjadi 20 real.
Ketiga, adalah perempuan yang pergi untuk memperoleh hukum dan membawa bunting dengan laki-laki yang sudah ditentukan. Seorang perempuan yang telah mengandung sebelum pernikahan, harus menunjuk laki-laki yang telah menghamilinya. Hukum akan memanggil laki-laki tersebut dan memintanya untuk menikah dengan perempuan tersebut. Laki-laki harus menanggung biaya maskawin sebesar 15 real dan perempuan harus membayar 5 real untuk biaya nikah.
Dalam naskah ini, terlihat bahwa adat pernikahan di Bima pada abad ke-18 memiliki beberapa aturan dan tata cara yang harus diikuti oleh masyarakat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya budaya dan adat pernikahan bagi masyarakat Bima pada masa itu. Keberlangsungan budaya dan adat tersebut memerlukan partisipasi dan kesadaran masyarakat untuk terus memeliharanya dan meneruskannya ke generasi berikutnya.
Keterangan:
Naskah Abad ke-18, berbahasa melayu menggunakan tulisan Arab Melayu. Naskah Asli berada di Museum Kebudayaan Samparaja.
Transkripsi oleh Agus Mulyadin (Penulis)
Komentar
Posting Komentar