Nggahi Mbojo dan Rasa Syukur

Beberapa hari yang lalu saya bimbingan tugas akhir dengan salah satu dosen. Beliau mengatakan bahwa tidak menyanggupi untuk membimbing jika penelitian berkenaan dengan sastra dan bahasa daerah. Bahwa sehinggapun bahasa itu dialih bahasakan ke dalam bahasa Indonesia tetap tidak akan benar-benar sama.
nabilagusm.club

Yah, memang seperti itu. Bahasa Indonesia tak punya cukup power untuk menyandingi nggahi Mbojo. Karena nggahi Mbojo adalah bahasa yang sangat khas, bahasa yang saya rasa diberi keistimewaan khusus oleh Allah Subhanahuwata’ala. Kata “miskin” dalam bahasa Indonesia dengan kata “ncoki” dalam bahasa Mbojo merupakan dua kata yang berbeda. Dalam kamus besar bahasa Indonesia miskin artinya tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Sedangkan kata “ncoki” memiliki arti yang sangat kompleks.
Kata “ncoki” oleh Dowu Mbojo lebih condong digunakan dalam mengingatkan diri dan bukan untuk berkeluh/mengeluh.  Bersyukur atas apa yang Allah beri dan sebagai pengingat untuk selalu berjuang dalam menggapai cita-cita. Nggahi Mbojo adalah bahasa yang bukan semata-mata tentang harta atau dunia, lebih dari itu bahasa Mbojo menggambarkan hubungan hamba dan Allah-nya atau insan dan agamanya. Itulah nggahi Mbojo. Kata miskin memiliki persamaan kata antara lain, bangsat, bapet, bulus, daif, fakir, kedana, melarat, papa, rudin, sarit, sengsara, tertulang, dan totot. Sehingga bisa dinilai bahwa kata tersebut lebih berkonotasi tidak baik dan cenderung berdaya negatif ketimbang daya positifnya. Berbeda dengan kata ncoki yang dayanya mampu memotivasi seseorang kearah yang positif.
Selanjutnya, merujuk pada kata Mbojo. Terlepas dari pengertian yang beragam tentang kata Mbojo, Saya lebih nyaman mengartikan kata tersebut dengan syukur/ bersyukur. Sehingga saya menyebut Dowu Mbojo pada hakikatnya adalah orang-orang yang bersyukur. Orang-orang yang hakikatnya tetap bersabar jika sedang dalam kondisi kekurangan.
Rasulullah Sallallahu’alaihiwasallam bersabda diriwayatkan oleh Abu Hishbah atau Ibnu Abi hushain, Imam Ahmad meriwayatkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda, “Tahukan kalian, siapakah orang yang miskin itu?” Sahabat pun menjawab, “Ialah mereka yang tidak memiliki harta kekayaan.” Beliau pun meluruskan jawaban sahabatnya itu, “Orang miskin adalah mereka yang memiliki harta, lalu meninggal dunia, sedangkan ia tidak pernah memberikan sesuatu pun yang bermanfaat dari hartanya itu.” Menurut pandangan Islam, kemiskinan adalah kondisi tidak terpenuhinya kebutuhan primer secara menyeluruh.
Sedangkan bagi Dowu Mboojo, kebutuhan primer sudah tercukupi, yang ada hanya mampu atau kurang mampu. Pada hakektnya, Dowu Mbojo ialah orang yang mencukup-cukupi. Apapun yang ada harus tetap disyukuri. Ketika tiba saatnya cola ganta atau bahasa Indonesianya Bayar Zakat (Zakat Fitrah), merupakan kewajiban bagi setiap Dowu Mbojo. Hal  ini menunjukan bahwa Dowu Mbojo bukanlah orang miskin, melainkan mereka adalah bangsa yang “Ntau ro Wara” secara Iman dan Islam.

Wallahua’alam....

Komentar