Nama :Agus Mulyadin NIM : 201210080311063 Matakuliah : Sosiolinguistik |
Gambar Koleksi Pribadi |
ANALISIS PERBEDAAN BAHASA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN DALAM FILM R. A. KARTINI (1982)
Bahasa memiliki seperangkat aturan yang dikenal oleh para penuturnya, sebagai penentu struktur yang diucapkan oleh penuturnya. Bahasa dan kaitannya dengan gender atau jenis kelamin atau perempuan akan mengacu pada pemaparan tentang perbedaan berbahasa antara perempuan dan laki-laki. Objek atau tuturan yang akan dikaji atau ditelaah dalam hal ini yaitu percakapan Kartini dalam film R. A. Kartini 1982.
Kata gender berasal dari bahasa Inggris berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku. Gender adalah suatu konsep yang digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dilihat dari segi pengaruh sosial budaya. Gender diartikan sebagai interpretasi mental dan kultural terhadap perbedaan kelamin laki-laki dan perempuan. Gender biasanya dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi laki-laki dan perempuan.
Dalam sosiolinguistik, bahasa dan jenis kelamin memiliki hubungan yang sangat erat. Ada ungkapan “mengapa cara berbicara wanita berbeda dengan laki-laki?” Dengan kata lain, kita tertuju pada beberapa faktor yang menyebabkan wanita lebih suka menggunakan bahasa standar dibandingkan dengan pria. Berkaitan dengan itu, patut dicermati bahasa sebagai bagian sosial, perbuatan yang berisi nilai, yang mencerminkan keruwetan jaringan sosial, politik, budaya, dan hubungan usia dan masyarakat.
Hasil Analisis
Pada analisis ini akan menelaah perbedaan bahasa laki-laki dan perempuan berdasarkan suara dan intonasi. Menurut Sumarsono dan Partana (2004: 102) banyak orang yang bisa mengenal suara pria atau wanita karena secara umum bisa dikatakan volume suara pria relatif lebih besar dari pada wanita. Berdsarkan pendapat diatas, jika ditarik pada percakapan Kartini sebagai berikut:
Saudara 1 (L) : Lah..tentu saja jadi raden ayu, iyo toh..?
Saudara 3 (P) : raden ayu diajeng, bentuk tertinggi bagi putri jawa.
Dari kalimat diatas dapat dikatakan bahwa suara laki-laki lebih besar atau intonasinya lebih tinggi, ditandai dengan penekanan pada awal kalimat “Lah..” dan pada akhir kalimat yaitu “iyo toh?” Kemudia, pada kalimat yang ditutrkan oleh saudara 3 (P) yaitu perempuan sangat halus dengan intonasi yang begitu rendah, gemulai dan mendayu-dayu, hal ini ditandai pada kata “diajeng” sebuah penekanan.
Selanjutnya dapat dilihat pada percakapan B antara Kartini dan kang Masnya. Sumarsono dan Partana (2004: 103) mengatakan suara wanita lebih lembut dibandingkan denngan suara pria. Hal ini sedikit banyak berkaiitan dengan nilai sosial atau tata krama dan sopan santun yang terdapat pada orang itu. Dalam kaitannnya dengan Kartini dan tutrannya, dapat diambil kesimpulan memang benar suara Kartini sangat lembut karena hal ini berkaitan dengan status sosialnya. Bahwa Kartini adalah seorang bangsawan terlebih ia adalah orang jawa yang mana disetiap tutrannya cenderung halus dan lembut. Bisa dilihat pada tuturan berikut;
Kartini : kang mas, Ni tidak akan jadi raden ayu.
Kalimat atau tuturan Kartini diatas menunjukkan perbedaan antara keduanya laki-laki dan perempuan yakni inntonasinya lebih memanjang dibanding laki-laki, dimana laki-laki lebih tegas dan lanntang dalam tuturannya. Sebagai contoh pada tuturan Kang Mas berikut ini;
Kang Mas : (menghela napas) kira-kira kang mas bisa mengerti apa yang sedang diajeng rasakan. Menjemukan memang bumi ini, terjajah dan terbelakang. Untuk kaummu bahkan kelihatannya, kelam sama sekali. Peteng..dedek. namun betapapun, bumi ini adalah milik kita. jadi selagi kita belum mampu berbuat apa-apa, sebaiknya kita harus pandai menemukan hal-hal yang masih mempunyai nilai lebih untuk diri kita sendiri dan masa depan kita. seperti kang mas misalnya, masih bisa menemukan hal2 semacam itu. Apa itu? Sifat kesatria dan perwira. Yang sering tampil pada kakek dan nenek kita.
Berdasarkan tuturan diatas, suara atau intonasi laki-laki jjelas berbeda dengan perempuan, tidak mendayu-dayu, tidak memanjang tanpa ada penekanan-penekanan, namun sebaliknya tegas, gagah dan bersemangat. Dalam hal ini pula peneliti menemukan sebuah kesamaan antara bahasa laki-laki dan perempuan. Jika dikaitkan dengan emosi dan perasaan, bahasa laki-laki akan lemut dan sedikit memanjang dann intonasinya akan menurun. Hal ini dapat dilihat pada tuturan Kang Mas ketika Kartini marah dan menangis.
Kartini : (tiba-tiba diam dan menangis)
Kang Mas : Kenapa diajeng?
Kartini : jangan sentuh ni’! pak kirit pulang!
Kartini : jangan sentuh ni’! pak kirit pulang!
Kang Mas : Ni’, Ni’ kenapa? Cepat pak!
Daftar Pustaka
Sumarsono & Paina Partana. 2004. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda dan Pustaka Pelajar.
Fitrah Yani, Nurul. Bahasa dan Gender. (Online), (http://nunuitto.blogspot.co.id/2013/03/bahasa-dan-gender.html), diakses 07 Agustus 2017.
Lampiran
Dialog Kartini dalam Film R. A. Kartini (1982)
A. Percakapan kartini dengan Romo/ayah dan saudara2 nya.
Ayah Kartini : Ni’, tadi kamu mau bertanya, mau jadi apakah kau kelak? Romo sekarang yang balik bertanya “kamu mau jadi apa?”
Saudara 1 (L) : Lah..tentu saja jadi raden ayu, iyo toh..?
Saudara 2 (L) : semua putri-putri romo kelak akan menjadi raden ayu, diajeng. Itu sudah kodrat.
Saudara 3 (P) : raden ayu diajeng, bentuk tertinggi bagi putri jawa.
Ayah : yo ngono kui, iyo to bu?
B. Percakapan Kartini dengan Kang Mas nya.
Kartini : kang mas, Ni tidak akan jadi raden ayu.
Kang Mas : (menghela napas) kira-kira kang mas bisa mengerti apa yang sedang diajeng rasakan. Menjemukan memang bumi ini, terjajah dan terbelakang. Untuk kaummu bahkan kelihatannya, kelam sama sekali. Peteng..dedek. namun betapapun, bumi ini adalah milik kita. jadi selagi kita belum mampu berbuat apa-apa, sebaiknya kita harus pandai menemukan hal-hal yang masih mempunyai nilai lebih untuk diri kita sendiri dan masa depan kita. seperti kang mas misalnya, masih bisa menemukan hal2 semacam itu. Apa itu? Sifat kesatria dan perwira. Yang sering tampil pada kakek dan nenek kita.
Kartini :Yah... kang mas lelaki, kang mas masih bisa menemukan nilai-nilai satria itu. Tapi tidak untuk perempuan kang mas.
Kang Mas : Kenapa tidak? Kenapa? Apa yang sedang diajeng pikirkan sekarang? Sudah kesatria, artinya diajeng sudah mulai berpikir ttg apa2 yang dianggap benar dan mencoba menolak apa2 diajeng anggap tdk baik dan tdk benar. Emm Cuma untuk menolak jd raden ayu kang mas pikit tidak pd tempatnya, terlampau radikal. Betapapun juga kang mas sudah gembira sekali pulang ke jepara kali ini dan menemukan diajengku sudah dewasa.
Kartini : Yang paling ni’ takutkan saat ini jjustru menjadi dewasa kang mas, alangkah ngerinya dan hal yang seperti itu pasti sebantar lagi akan datang. Kang mas tahu kamar di belakang disebelah kamar mbak yulastri, pintu kamar itu setiap kali terbukka sedikit seolah kamar itu siap menerima ni’ utk dipingit, dikunci didalamnya bertahun-tahun sampai harinnya datang, orangtua kita membawa seorang laki-laki, yang belum pernah kita kenal, untuk menjadi suami. Kejam sekali budaya yang menciptakan nasib semacam ini.
Kartini : (tiba-tiba diam dan menangis)
Kang Mas : Kenapa diajeng?
Kartini : jangan sentuh ni’! pak kirit pulang!
Kartini : jangan sentuh ni’! pak kirit pulang!
Kang Mas : Ni’, Ni’ kenapa? Cepat pak!
Komentar
Posting Komentar