Oleh: Agus Mulyadin*
Kepemimpinan sering didefinisikan sebagai proses membuat orang lain terinspirasi untuk bekerja keras dalam menyelenggarakan tugas-tugas penting (Schermerhorn, 1999). Tetapi pengertian tersebut sering dikaitkan dengan dasar-dasar bagi kepemimpinan yang efektif, yakni mendasarkannya pada cara seorang pemimpin atau manajer menggunakan power untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Powermerupakan kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang lain melakukan sesuatu seperti yang diinginkan oleh seseorang yang menghendakinya (Kanter, 1979). Sekarang ini pemimpin lebih difokuskan pada kepemimpinan manajerial dalam organisasi. Karakter pemimpin ideal dalam kehidupan sekarang ini sangat di perlukan, apalagi itu seorang perempuan, yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin pada umumnya yaitu keikhlasan dan ketulusan dalam menjalankan roda kepemimpinan. Untuk menciptakan pemimpin perempuan ideal yang berkarakter yaitu dengan menengok kembali kisah dan sejarah kepemimpinan para khalifah/ kepemimpinan para sahabat di zaman rasulullah saw maupun nabi Muhammad SAW itu sendiri. Tapi dalam ajaran islam tidak di perbolehkan seorang perempuan memimpin sebuah kelompok atau organisasi. Rasulullah saw, ketika mendengar kaum Persi dipimpin oleh seorang wanita, yakni putra raja Kisra yang bernama Bûran, beliau berkata,
“Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh wanita.”
Illustrasi oleh Geralt/pixabay |
Hadis tersebut di atas menjelaskan, bahwa suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita, tidak akan mendapatkan keberuntungan. Padahal, meraih sebuah keberuntungan dan menghindarkan diri dari kesusahan adalah sebuah anjuran. Ulama berkesimpulan bahwa wanita tidak diperkenankan menduduki tampuk kekuasaan tertinggi dalam suatu Negara. Ketentuan semacam ni, menurut al-Qâdli Abû bakar bin al-’Arabiy merupakan konsensus para ulama. Sedangkan untuk kekuasaan yang cakupannya lebih terbatas, semisal pemimpin daerah, keabsahan kepemimpinan wanita masih menjadi perdebatan para ulama. Perbedaan ini, dilatarbelakangi adanya perbedaan sudut pandang dalam menilai kepemimpinan semacam ini, apakah termasuk bagian dari kekuasaan, persaksian, ataukah fatwa.
Pemimpin adalah sikap dan amanah. Seorang pemimpin yang baik adalah seseorang yang memiliki kapasitas, integritas, bertanggung jawab, mengayomi, melindungi, dan mampu memenuhi hak-hak anggota/organisasi yang di pimpin, selain itu seorang pemimpi harus tablig, sidiq,amanah, dan fathonah. Jadi perkara pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki spesifikasi-spesifikasi sebagaimana yang di maksud di atas. Karena seorang pemimpin bukan soal perkara status kelamin, tetapi melainkan bagaimana seorang pemimpin mampu menjalankn apa yang di mandatkan atau yang di pertanggung jawabkan terhadapnya.
*Pernah dimuat dalam koran kampus Bestari UMM tahun 2013.
*Pernah dimuat dalam koran kampus Bestari UMM tahun 2013.
Komentar
Posting Komentar