Kentu : Perjalanan Dari Hido Hingga Mbocu

Sumber Foto: Koleksi Website Afrikan Tropen Museum

Siapakah yang tidak kenal dengan benda yang satu ini? Bagi mereka yang bergelut di dunia per-fareoma-han atau ngoho ro oma pasti sangat familiar dengan benda satu ini. Yah, ini namanya kentu (bahasa Bima) adalah pisau yang digunakan untuk memanen padi oleh wanita Mbojo. Generesi zaman “now” tidak akan kenal dengan benda bersejarah ini, tapak tilasnya melewati zaman tak bisa dipungkiri.

Diberbagai daerah di Indonesia dikenal dengan Ani-ani atau ketam adalah sebuah pisau kecil yang dipakai untuk memanen padi. Dengan Ani-ani, tangkai bulir padi dipotong satu-satu, sehingga proses ini memakan banyak pekerjaan dan waktu, namun keuntungannya ialah berbeda dengan penggunaan sebuah celurit atau arit karena tidak semua batang ikut terpotong. Hingga demikian, bulir yang belum masak tidak ikut terpotong.

Bagi dou Mbojo, kentu tidak hanya menjadi benda yang dipakai sebagai alat pemotong (padi) tapi lebih dari itu memiliki nilai filosofis yang tinggi. Seperti halnya masyarakat Sunda yang percaya bahwa pada saat memanen padi atau memotong padi menggunakan kentu atau Ani-ani,  masyarakat Sunda percaya Dewi Padi Sari Pohaci Sanghyang Sri adalah perwujudan dari padi yang akan dipanen. Sehingga, jika menggunakan sabit maupun golok akan membuat dewi tersebut ketakutan dan sebagaimana seorang Dewi harus diperlakukan secara halus dan lembut.  Pun begitu dengan masyarakat Mbojo juga demikian, terlepas dari persamaan atau perbedaannya.

Menurut saya benda semacam ini adalah saksi bisu dari sejarah peradaban Mbojo yang dapat menggambarkan keadaan masa lalu. Bahwa ketekunan dan perjuangan pendahulu begitu pedih, tulus dan lembo ade.


Kalau  ada yang kurang tepat dari tulisan ini silakan dikoreksi! Atau bagi yang ingin menambal isi dari tulisan ini juga silakan! Bisa melalui kontak yang ada dipojok paling bawah blog ini.

Komentar