Berguru kepada La Kasipahu

Ilustrasi gambar dari website http://ibu2ahmad.blogspot.co.id
La Kasipahu

Ada  seorang  janda,  bemama  Halima;  berputri  hanya  seorang,  bernama  Fatima.  Untuk melupakan  sang  suami  agar  tidak  sedih  lagi,  janda  itu memelihara  seekor  kucing  yang  dipanggil  dengan  nama  Putri  Hurairah. Ibu  Halimah  lebih  mencintai  kucingnya  daripada  anak  kandungnya.  Memperhatikan  sikap  ibunya  yang  tidak  adil  itu,  Fatima  sangat  sakit  hatinya.  La berusaha  untuk  membunuh  kucing  kesayangan  ibunya  itu.  Saat  yang  dinantikan  tiba,  ibunya  pergi  ke  pasar.  Fatima  segera  membuang  kucing  itu ke  sebuah  sungai.  Ketika  ibunya  datang  dari  pasar,  ia  segera  memanggil Putri Hurairah,  tetapi  Putri  itu tidak  kunjung  datang.  Pada  saat  itu,  Ibu Halima  curiga  terhadap anaknya.  Ia menuduh  Fatima  membunuh  Putri Hurairah,  tetapi Fatima  tidak mengaku.  Ibunya  terus mendesak  Fatima, tetapi  tidak  ada  jawaban  yang  memuaskan  sehingga  ibunya  memutuskan agar  Fatimah  ditukar  dengan  kucing  yang  sama  dengan  Putri  Hurairah.

Fatima menuruti kehendak  ibunya.  Ia bersedia ditukarkan dengan kucing yang  mirip  dengan  kucing  Putri  Hurairah.  Semua  orang  sangat heran bahwa  seorang manusia  minta  ditukarkan  dengan  seekor  kucing. Raja  mendengar  hal  itu.  Baginda  menunjukkan  semua  kucing  yang  mirip piaraannya. Akhimya, Ibu Halima bertiasil  mendapatkan kucing  yang mirip  dengan  kucing  Putri Hurairah.  Kemudian,  kucing  itu dibawa  Ibu Halimah,  sedangkan  anaknya,  Fatima  menjadi  milik  raja  dan  dijadikarmya sebagai  dayang-dayang.

Pada  suatu  hari,  Fatima  bercanda  dengan  dayang-dayang  yang  Iain. Sambil  bergurau,  ia menyatakan  bersedia  menikah  dengan  raja  jika Baginda mempersuntingnya  dan  dia akan  mempersembahkan  seorang putra mahkota  yang  berdada  mas.  Lamunan  Fatima  itu diketahui Raja. Sejak  saat  itu  raja  menjadi  gelisah.  Kemudian,  Baginda  menitahkan  mutu pejabat  istana untuk  merundingkan  dan  melaksanakan  pemikahan  Raja dengan  Fatima.  Selang  beberapa  lama,  Fatima  pun  hamil.

Sebelum  Fatima  melahiikan.  Raja  pergi  ke  Goa  imtuk  mencari  perlengkapan pakaian bayi karena di kampimg  itu  tidak  ada.  Permaisuri Fatima  tmggal  di  istana  ditemani  oleh  dayang-dayang.  Para  dayang  itu sebenamya  sangat  iri  hati melihat  Fatima  menjadi  permaisuri  raja.  Saat yang  dinantikan  tiba,  Fatima  melahirkan  seorang  bayi  laki-laki  yang  berdada  mas.  Ketika  bayi  itu lahir,  para  dayang  itu  menutup  mata  Fatima sehingga  ia  tidak d^at  inelihat  bayi yang  dilahiikannya  itu. Mcreka segera  mengganti  bayi  itu  dengan  sebuah  mangga,  sedangkan  bayi  yang sebenamya  dibuang  ke  sungai  dan  ditemukan  oleh  seorang  nenek  bemama Wonca  Rompo.  Bayi  itu  diasuhnya  dengan  kasih  sayang  hingga  dewasa, dan  dia  dipanggil  dengan  nama  La  Kasipahu.

Satu  minggu  setelah  bayi  itu  lahir.  Baginda  pun  pulang  dari  Goa.  Para dayang  melaporkan  kepada  Raja  bahwa  permaisuri melahiikan  sebuah mangga,  bukan  seorang  putra mahkota  yang  berdada  mas.  Mendengar laporan  itu,  Baginda  sangat  marah.  Saat  itu  juga,  Permaisuri  dikubur hidup-hidup  di  bawah  istana. Ketika  La  Kasipahu  ditemukan  oleh  Nenek  Wonca  Rompo  di  dalam peti,  temyata  nenek  itu  Juga  menemukan  sebutir  telur.  Kini  telur  itu  telah menetas  menjadi  ayam  jantan  yang  sangat  tangkas.

Pada  suatu  hari.  La  Kasipahu  mendengar  berita  bahwa  raja  di  negeri itu  akan  mengadakan  gelanggang  adu  ayam  selama  tiga  hari.  Setelah  mendapat  re stu dari  ibunya.  La  Kasipahu  pergi  ke  tempat  gelanggang  itu. Selama  dua  hari,  ia  hanya  melihat  dan  memperhatikan  adu  ayam  yang (tiiakiikan  Raja  melawan  para  peserta  yang  ada  di  gelanggang.  Temyata, selama  adu ayam  itu  belangsung yang  selalu  mendapat  kemenangan hanyalah  Baginda  Raja.  Pada  hari  ketiga.  La  Kasipahu  maju  untuk  me lawan  ayam  Baginda  Raja.  Sebelum  dimulai,  ayam  jago  Baginda  Raja berkokok  yang  menyatakan  bahwa  ayam  La  Kasipahu  berusaha  menahan diri  dan  membersarkan  hatinya.  Ia  membisiki  ayam  jagonya.  Tidak  lama kemudian,  ayam  itu  bekokok  yang  menyatakan  bahwa  ibu  kandungnya telah  dikubur  di  bawah  istana,  dan  saat  ini,  ia  diasuh  oleh  Wonca  Rompo sebagai  pemuda  yang  gagah  peikasa  dan  berdada  mas.  Mendengar  kokok ayam  La  Kasipahu  itu,  Baginda  Raja  tersentak  hatinya,  teringat masa lampau  bahwa  Baginda  mengakui  di  dalam  dirinya  memang  benar  telah mengubur  permaisurinya  di  bawah  istana.

Kemudian,  ayam  jago  milik  Raja  dan  ayam  jago  milik  La  Kasipahu bertanding.  Temyata,  ayam  milik  La  Kasipahu  dapat  mengalahkan  ayam Raja.  La  Kasipahu  dipanggil  Baginda  untuk  naik  ke  istana.  Di  tempat  itu, ia  diperiksa  dan  temyata  dadanya  beikilau  dan  bercahaya  seperti  mas.  Saat itu  juga,  Baginda  menitahkan  untuk  membongkar  kubur  permaisurinya, Fatima.  Temyata,  ia masih  dalain keadatm segar  bugar  karena  perlingdungan  Tuan. Akhimya,  semua  fitnahan  yang  dilakukan  para  dayang  teihadap  diri pennaisuii  terbongkar.  Semua  dayang-dayang diusir dari istana dan dihukum  seumur  hidup.  Raja  segera  memanggil  Nenek  Wonca  Rompo agar  tinggal  di  istana,  dan  Fatima  diangkat  menjadi  pennaisuri  lagi.  Kini mereka  hidup  berbahagia  di  dalam  istana.

Itulah cerita atau dongeng tentang la Kasipahu, yang tidak hanya ucapan belaka dan sebagai pengantar tidur anak-anak kecil. Namun, lebih dari itu cerita atau dongeng la Kasipahu ini memiliki nilai dan amanat yang disampaikannya. Sebagai pengontrol dan pemantau tingkahlaku, sebagai norma-norma yang perlu diambil sebagai pelajaran hidup. Cerita atau dongeng la Kasipahu mengamanatkan hendaklah kita menghindari sifat khianat, iri dan dengki terhadap sesama manusia atau makhluk Tuhan yang ada di muka bumi ini. Tetaplah kita selalu sabar dan taat agar senantiasa mendapat ridha dari Tuhan Yang Maha Esa.

Kemudian terlepas dari amanat yang terkandung atau yang ingin disampaikan dalam cerita tersebut, juga terdapat nilai budaya yang banyak didalamnya. Pertama, patuh terhadap orangtua. Seperti dalam cerita, Fatima selalu mematuhi semua yang diperintahkan oleh ibunya. Ia bertugas menumbuk padi, menjaga kucing ibunya dan lain sebagainya. Kedua, Keadilan, Kasih sayang kepada anak. Halima,  sebagai  seorang  janda  bertanggung  jawab  kepada  anaknya dalam  hal  memenuhi  kebutuhan  hidupnya  sehari-hari.  Namun,  ia  sebagai ibu  yang  telah  menjanda  itu  tidak  mengasihi  anak  kandungnya,  Fatima, bahkan,  ia  lebih  mencintai  kucingnya,  Putri  Hufairah,  daripada  mencintai Fatima,  Kasih sayang  Ibu Halima kepada kucingnya itu  berlebihan sehingga  menimbulkan  rasa iri  hati  anaknya Halima. Hal ini tidak tercermin pada wanita Bima, cerita tersebut berbanding terbalik dengann peranngai wanita atau Ibu orangBiima yang penuh kasih sayanng terhadap anak-anaknya.

Ketiga, musyawarah. Musyawarah-Mufakad adalah salah satu semboyang yang selalu digaungkan oleh dowu Mbojo. Terlepas dari dilakukan atau tidaknya semboyan tersebut, yang harus tetap dilakukan adalah jika  ada  suatu  masalah  yang  harus  diselesaikan  perlu  dimusyawarahkan  lebih dulu  karena musyawarah  itu  merupakan  tindakan yang  baik yang  menyangkut  kehidupan  dalam  masyarakat. Keempat, Kesabaran,  tenggang  rasa,  menghargai  keberuntungan  orang lain,  dan kasih sayang. Sifat  iri  hati,  dengki,  dan  khianat  itu  merupakan  sifat  yang tidak  baik karena  tidak  mencerminkan  budi  yang  luhur  dalam  diri  seseorang.  Sifat seperti itu  sangat  tercela karena akan  merugikan  orang  lain.  Tindakan seperti  itu  dilakukan  oleh  para  dayang-dayang  kerajaan  karena  meieka  iri hati  kepada  Fatima  yang  dipersunting  oleh  Baginda  menjadi  permaisurinya.  Ketika  peimaisuri  itu  melahiikan  seorang  putra  yang  berdada  seperti mas,  para  dayang  itu berkhianat,  putra  raja  itu  digantinya  dengan  sebuah mangga.  Hal  ini  terjadi  ketika  Baginda  Raja  tidak  ada  di  istana.  Melihat hal  itu.  Raja  sangat  marah  kepada  Peimaisuri.  Saat  itu  juga  Permaisuri dikubur hidup-hidup oleh raja. Tindakan dayang kerajaan itu  tidak mencerminkan  sikap tenggang rasa,  tidak  menghargai keberuntungan orang lain,  dan  tidak  mempunyai  rasa  belas kasihan. 

Kelima, keadilan. Menegakkan hukum sesuai perbuatan seseorang harus tetap ditegakan, dimana seorang pemimpin harus sigap dalam mengambil keputusan dan yang bersalah harus rela dan menerima ketentuan yang telah berlaku. Seperti dalam cerita tersebut, pengkhianatan para  dayang  kerajaan  yang memfitnah permaisuri Fatima,  akhimya  ketahuan  juga  setelah pntra raja  yang  dibuang oleh dayang  berhasil  diselamatkan oleh  Nenek  wonca  Rompo.  Setelah  ayam jago  milik  putra  raja menang  atas  ayam  jago  milik  Baginda  Raja,  terbukalah  semua  tabir  pengkhianatan  para  dayang  istana  itu. Oleh  karena itu, Baginda  Raja  segera  menghukuin  orang yang  bersalah,  sedangkan permaisuri  Fatima yang  tidak  bersalah  dibebaskan  dari  semua  tuduhan  yang  tidak  benar.  Sifat  adil  Baginda  raja  terungkap  dalam cerita tersebut.

Itulah pesan yang terkandung dalam cerita aau dongeng la Kasipahu. Semoga bermanfaat untuk kita semua khususnya dou Mbojo. Masih banyak cerita lisan atau tradisi lisan yang dimiliki oleh Mbojo, seperti patu, nggahi ti pehe, mantra, dan lain sebagainya yang memiliki nilai dan pesan yang sangat bermanfaat untuk kita terapkan dalam kehidupan kita sehari-hari.

Sumber: Kaytm,  I  Nengah,  dkk.  1982.  "La  Kasipahu".  Dalam Cerita Rakyat Daerah  Nusa  Tenggara  Barat.  Jaktuta:  Proyek  Inventarisasi dan Dokiunentasi Kebudayaan  Daerah,  Departeimen  Pendidikan dan Kebudayaan.
(Muhamad  Fanani)

Komentar