Belajar Menulis #1


Saya sengaja menulis judulnya menggunakan aksara Bima atau Mbojo, sehingga pembaca tidak terlalu dini mengambil kesimpulan terhadap tulisan ini. Dua hari ini (kemarin dan hari ini tanggal 4 dan 5 Juli), di beranda Efbe saya berseliweran gambar dan berita sebuah perayaan. Setelah saya melihat dan membaca beberapa keterangannya, baru saya mengetahui bahwa ini adalah Pawai tahunan yang diadakan oleh masyarakat Bima sebagai wujud memeringati masuknya Islam ditanah Bima (ini pengetahuan saya). Bermacam rupa dan kostum ikut serta dalam perayaan ini, mulai dari yang biasa hingga yang sangat disorot “ini tidak sepatutnya!”. Hingga muncul pemberitaan-pemberitaan, baik yang hanya sekedar mewarta sampai kritik untuk membuka mata. Membuka mata atas keadaan yang sedang menimpa, Bima ini milik siapa sesungguhnya?

Kemudian, yang sangat menarik yang muncul dari perayaan ini yakni terlihat usungan diatasnya ogoh-ogoh atau reog-reog. Sebuah patung Singa atau sejenisnya dan patung manusia berwajah seram lengkap dengan taring yang siap menerkam. Tentu saja ini akan membuat heboh, lagi-lagi seperti membangunkan bayi-bayi yang sudah dininabobo. Kritik bermunculan, orang-orang banyak membicarakan perihal yang diusung dan diarak-arakan. Timbul pertanyaan, sebenarnya Bima ini milik siapa? 

Sebagai masyarakat awam saya juga ikut bertanya-tanya, mencari sumber terpercaya, mengorek apa kata sejarah Mbojo tentang reok dan ogoh-ogoh. Tiada satupun tulisan yang mengupas sejara Bima dalam kaitannya dengan reog dan ogoh-ogoh. Apa ini hanya semacam kreatifitas semata atau bumbu-bumbu penyedap rasa? Rasanya kreatifitas semacam ini bukan pada tempatnya. Berak itu ya di jamban bukan di halaman depan. Atau hal tersebut adalah bagian dari andil masyarakat tetangga yang ingin ikut serta memeriahkan perayaan hari jadi kabupaten Bima yang kesekian ini. Seperti yang dilakukan Komunitas Bali pada perayaan HUT Kota Bima yang sudah-sudah. 

Berdasarkan tulisan yang saya baca, saya memehami bahwa ada kekeliruan dalam pemahaman masyarakat tentang “mana hari jadi dan mana hari masuknya Islam di tanah Bima”. Menurut tulisan tersebut, sangat berbeda antara HUT Bima dan peringatan hari masuknya Islam di Bima atau diangkatnya sultan Bima pertama. Acuannya adalah Sultan Bima Pertama (Sultan Abdul kahir) dilantik atau dinobatkan sebagai Sultan pada tahun 1640 sedangkan kabupaten Bima baru diresmikan pada tahun 1951. 

Ini artinya HUT Bima adalah yang ke-66, sedangkan yang dianggap HUT Bima (sebenarnya dilantiknya sultan pertama) yang jatuh pada 5 Juli hari ini adalah yang ke 377 (anda bisa menelaahnya sendiri). Kaitannya dengan serangkaian acara yang dibahas diawal tulisan, seharusnya rangkaian tersebut tercermin nilai-nilai yang menggambarkan peringatan atau memeringati sejarah yang bersangkutan. Bukan mengangkat hal-hal yang dianggap nyeleneh.Jangan sampai sesuatu hal yang masuk dari luar, melukai dan merubah nilai-nilai Islami Bima. Sehingga masyarakat dibuat untuk percaya pada nilai-nilai yang tidak semestinya untuk dipercaya.
Wallahualam......

Komentar