Nyata yang mendekat

Illustrasi gambar pixaby

MENYERUPUT SENJA
--Nabil Agus M--

 Jam berdenting keras beberapa kali, menunjukkan waktu sudah menunjukkan pukul 10:00 malam. Sa’at itu aku masih saja duduk ditempat biasa di warung itu, warung buka 24 jam. Kali ini warung tampak sepi, tak ada pengunjung seperti biasanya. Hanya ada seorang yang sudah sedikit uban yang selalu duduk dipojok belakang sana, pemilik warung, dan seorang pelayan. Mungkin aku yang terlalu kemalaman datang kesini? Oh ternyata malam ini malam jum’at, malam yang keramat. Malam yang menyeramkan bagi mereka yang percaya takhayul. Aku selalu duduk sendiri ditempat yang sama dekat kaca dan tidak lupa ditemani si gagu dan si hitam sambil online.

Sudah dua cangkir kopi telah ku habiskan, eh bukan kopi sih soalnya aku nggak suuka sama yang namanya kopi. Aku kalau tidak Teh palingan Susu. Tapi biar keliatan keren aja nyebut ngopi…hmmm. Ok lanjut. Ku pesan lagi dan ku panggil pelayan “Mbak!!” pelayan itu mendekat dan langsung menanyakan “Pesan apa Mas?” dengan nada suara yang halus. Tampak anggun. “Aku pesan susu jahe dengan sedikit gula” Mbak itu bertanya lagi “Ada yang lain lagi Mas?” kemudian aku menjawab hanya dengan gelengan kepala. Mbak itupun berlalu.

Sambil menunggu pesanan datang, aku mengotak-atik keyboard-ku. Sambil membuka Blogku (takahabaangi.blogspot.com) dan facebook-ku (Nabil Agus M). Hanya menulis ringan tak ada yang lain, padahal besok ada kuliah. Sudah hampir tiga paragraph pesanan baru datang, “Mas pesanannya…” sambil tersenyum. “Terima kasih Mbak….” Ku balas dengan senyum. Kalau diperhatikan baik-baik, ternyata Mbak itu cantik juga. Rambut panjang yang terjulur kedepan dengan mata yang agak sipit dan hidung mancungnya, membuat yang memerhatinya bisa terkena penyakit bengong. Nggak sia-sia kalo kesinei deh.

Diluar tampak sepi, malam ini juga terasa dingin. Tidak sengaja diluar tampak pemandangan yang tidak menyenangkan, ada seorang wanita dan seorang lelaki dilura sana sedang bertengkar. Aku hanya memperhatikan gerak-gerik mereka diluar sana, tiba-tiba lelaki menampar sang wanita dan terjatuh. Akupun sampai berdiri. Lelaki itu meninggalkan wanitanya sambil melemparkan sesuatu pada wanita itu. Melihat kondisi tersebut, aku mengambil langkah dan keluar menghampiri wanita itu. Dia sedang menangis tersendu-sendu, dan sambil mendekapa sesuatu seperti kertas di dadanya. Aku menyapanya, sambil memegang pundaknya “Hai….” Kata ini lagi deh yang keluar.  Dia kaget, dengan cepat ia menghapus peluh di matanya. Dia membalikkan badannya. Sontak aku kaget. “Senja…eh Cakra!!”  dengan nada kaget. Sesaat aku terdiam dan tak menghiraukan apa yang terjadi sesaat itu, saat Cakra atau senja menyapaku.  Aku kaget dan aku tak terkontrol.
“Kamu kenapa? Apa yang terjadi?” dia tidak menjawab, aku mengulan-ulang pertanyaanku.
Dia hanya menangis dan menangis sejadi-jadinya. Yah apa mau dilakukan? Aku biarkan dia menangis dan kuberikan bahuku untuk senjaku sebagai penangkal air matanya. Setelah beberapa saat, tangisan itu mulai reda dan semakin mengecil. Kini tangis itu tak ada lagi, hilang. Dia mulai menceritakan semua yang terjadi antara dia dan lelaki itu. Sangat miris, memilukan hati bagi siapa yang mendengar. Begitukah lelaki itu? Tanyaku dalam hati. Ternyata anggapan ku selama ini terhadap lelaki itu yang sopan, baik hati, tidak sombong dan rajin menabung itu semua salah besar, dia begitu kasar terhadap Senja, begitu arogan dan sok ngatur. Sama satu lagi tipe pencemburu.

Ia juga menceritakan tentang penyebab kejadian tadi. Hanya gara-gara ia cemburu melihat Senja berbicara dengan lelaki lain  yang ternya itu sepupunya, begitu gila. Dan yang nggak kalah penting, si lelaki itu meninggalkan Senja karena senja mengidap penyakit. Aku memendam peluh dalam hati “begitu malang nasip Senja, begitu banyak cobaan yang ia hadapi. Mulai dari ia ditinggal pergi ayahnya sampai ibunya yang sudah lama mengalami kelumpuhan ditambah masalah baru ternyata ia juga mengidap penyakit..sungguh kasihan” Percakapan kami semakin seru ia menceritakan semua tentangnya, sampai-sampai kami tak menghiraukan waktu ternyata sudah masuk waktu subuh. Banyak hal begitu berharga dalam hidupnya, tidak lupa kami juga sempat tukaran nomer Hp. Sekarang si merah gagu punya Job baru nih.

Kami pulang. Dia ku antar sampai rumah, kebetulan arah rumah kami searah. Arah rumah ku dan dia tidak begitu jauh, hanya beberapa ratus meter dari rumah Senja. Dia begitu sederhana, itu bisa dilihat dari penampilannya dan keadaan rumahnya, sangat sederhana. Aku merasa malam ini adalah malam yang begitu indah, ketika aku tak lagi hanya memerhati Senjaku di bus kuning dari belakang. Tapi kami duduk berdampingan dimobilku. Ah… maya ini kadang terlalu berlebihan memberi iming-iming.

Malang, 30 September 2014

Komentar