Perayaan Maulid Nabi: Antara Ibadah Dan Bid’ah ?

Agus Mulyadin
E-mail/Hp: mulyadin_agus@rocketmail.com, /085338768167
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muhammadiyah Malang
Bid’ah secara bahasa berasal dari kata “Al bida’” yang berarti: Menciptakan, menjadikan atau menemukan sesuatu tanpa contoh sebelumnya. Seperti firman Allah:  “(Allah) Pencipta langit dan bumi.”(TQS. Al-Baqoroh: 177)Maksudnya: menciptakannya tanpa ada contoh sebelumnya. Dan firman-Nya:  Katakanlah: Aku bukan rosul yang pertama diantara rosul-rosul.”(TQS. Al-Ahqof: 9) Artinya aku bukanlah orang yang pertama membawa risalah dari Allah Azza wa Jalla kepada manusia, akan tetapi telah ada para rosul sebelumku yang membawa misi yang sama.Di jaman yang Modern ini, orang membagi bid’ah menjadi: bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (jelek), maka sungguh ia telah salah dan keliru, karena menyelisihi sabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam: setiap bid’ah itu sesat.” (HR. Muslim) Karena Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah memvonis bagi setiap bid’ah dengan kesesatan, sementara orang tadi mengatakan bukan setiap bid’ah sesat, akan tetapi ada bid’ah yang baik (hasanah). Al hafidz Ibnu Rojab di dalam Syarh Arba’in An Nawawiyah berkata: “Maka sabda Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam: “Setiap bid’ah itu sesat.” Termasuk ke dalam jawami’ul  kalim-nya (Perkataan yang singkat namun memiliki makna yang luas-Pent) Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sehingga tidak ada satu amalan bid’ahpun yang keluar darinya. Dan hadits ini termasuk asas yang agung dalam syari’at Islam, dan ini serupa dengan sabdanya tersebut diatas.
Dalam kehidupan beragama atau kita sebagai umat yang berpegang teguh terhadap ajaran dan kepercayaan Islam sebagai agama yang paling benar dan berpedoman kepada Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka kita wajib mematuhi apa yang telah diperintahkan dan menjauhi segala larangan-Nya. Sesuai yang disabdakan Rasulullah SAW “Selanjutnya, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitab Allah. Sebaik-baik ajaran adalah ajaran Muhammad Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara baru yang diada-adakan. Dan setiap bid’ah adalah sesat (HR. Abu Daud dan Tirmidzi dan beliau berkata: hadits hasan shahih).Sedangkan kenyataannya tidak sesuai dengan apa yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari yaitu salah satunya diadakannya atau di tetapkannya dan dirayakannya hari kelahiran Nabi Muhammad SAW tepatnya Maulid Nabi Muhammad SAW.
Dalam buku yang berjudul “Bid’ah: pengertian, macam dan hukumnya” yang ditulis oleh Syeikh. DR. Shaleh Al Fauzan, dijelaskan bahwa Kegiatan maulid Nabi ini adalah salah satu bentuk tasyabbuh (peniruan) dari orang-orang nasrani yang mereka kenal dengan hari natal. Sehingga orang yang tidak mengerti dari umat Islam dan ulama-ulama yang menyesatkan umat sering melakukannya pada setiap bulan Robi’ul Awal, mereka merayakan hari kelahiran Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagian diantara mereka melakukannya di Mesjid, di rumah atau di tempat-tempat lain yang telah disiapkan untuk itu. Mereka melakukannya dengan meniru kebiasaan orang-orang Nasrani yang telah merayakan hari kelahiran Nabi Isa –‘alaihis salam-. Dan mayoritas dari aktifitas perayaan maulid nabi ini tidak terlepas dari berbagai kemusyrikan dan kemunkaran. Seperti pembacaan sya’ir-sya’ir yang mengkultuskan Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam sehingga mereka berdo’a dan beristighatsah kepadanya dari selain Allah Azza wa Jalla.
Padahal Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam telah melarang kita sekalian untuk mengkultuskannya dengan sabdanya: “Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku seperti orang-orang nasrani dalam memuji anaknya Maryam, Sungguh hanyasannya aku ini seorang hamba maka  katakanlah: Hamba Allah dan Rosulnya.” Al Ithra’ artinya: berlebihan dlam memuji Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam, bahkan mungkin sebagian mereka mengira bahwa Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam turut menghadiri pesta peranyaan yang mereka adakan. Dan di antara kemunkaran yang kerap terjadi bersamaan dengan bid’ah ini adalah pembacaan nasyid bermusik secara bersamaan, memukul gendang / rebana dan pembacaan wirid dan bacaan-bacaan kaum tasawuf, dan barangkali disertai pula dengan bercampurnya kaum pria dan wanita yang dapat menyebabkan fitnah di antara mereka yang dapat menjerumuskan mereka kedalam perzinaan.
Dan seandainyapun perayaan maulid nabi ini tidak disertai hal-hal tersebut di atas, dan hanya mencukupkan diri dengan berkumpul dan makan-makan serta menampakkan –sebagaimana mereka katakan- maka hal itu tidak terlepas dari kebid’ahan yang diada-adakan “Dan setiap yang diada-adakan itu bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” Dan di sisi lain, perayaan inipun sebagai mediator yang dapat berkembang sehingga terjadilah berbagai kemunkaran seperti yang kita saksikan dalam perayaan-perayaan lain. Dan kitapun mengatakan: Amalan tersebut bid’ah, karena tidak memiliki landasan hukum baik dari Al Qur’an, As Sunnah ataupun dari Amalan para Pendahulu kita yang shaleh di generasi pertama Islam, akan tetapi amalan ini baru muncul di abad terakhir yang pertama kali dilakukan oleh orang-orang Syi’ah setalah abad ke empat hijriyyah. Imam Abu hafs tajuddin Al faakahaani – rahimahullah – berkata: “Amma ba’du: Telah banyak pertanyaan yang datang kepada kami dari sekelompok orang dari Mubarokin tentang perayaan yang dilakukan oleh sebagian orang pada bulan rabi’ul awal yang mereka namakan dengan Maulid, apakah ada landasan hukumnya dalam ajaran Islam? Maka saya jawab, -wabillahit taufiq-
Seperti yang dikutip dalam sebuah buku yang berjudul Kewajiban Berpegang Teguh Kepada As-Sunnah Dan Waspada Terhadap Bid’ah” karangan Abdul Aziz Bin Abdullah Bin Baz yang diterjemahkan oleh Rahmat Al-‘Arifin Muhammad Bin Ma’ruf. Penyelenggaraan atau perayaan maulid Nabi SAW dan semacamnya, adalah tidak boleh hukumnya. Bahkan wajib dicegah. Karena hal itu adalah hal yang baru yang diada-adakan (bid’ah) dalam Islam. Rasulullah SAW tidak pernah melakukannya, dan tidak pernah pula memerintahkannya, baik untuk hari kelahiran beliau sendiri, atau untuk kelahiran seorang nabi dari sekian nabi yang telah wafat sebelum beliau, atau untuk hari kelahiran puteri-puteri dan istri-istri beliau, atau untuk salah seorang sanak-kerabat maupun sahabat beliau.
Perayaan Maulid Nabi juga tidak pernah pula dilakukan oleh para khulafa’ Rasyidin atau sahabat yang lain –semoga Allah melimpahkan ridha kepada mereka– atau para tabi’in, bahkan oleh para ulama’ syari’ah dan assunnah pada tiga generasi yang dinyatakan keunggulan mereka (generasi abad pertama, kedua, ketiga hijrah). Padahal merekalah generasi yang paling mengerti tentang as-Sunnah, paling cinta kepada Rasulullah SAW dan paling taat mengikuti syari’at beliau, dibanding generasi setelah mereka. Seandainya penyelenggaraan perayaan maulid ini baik, pastilah mereka telah melakukan hal itu lebih dahulu dari pada kita.
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah SAW beliau bersabda Barang siapa mengadakan suatu amalan baru dalam Agama kami yang di luar syari’at kami. Maka amalan itu tertolak(HR. Bukhari dan Muslim).Dalam hadits lain shahih Muslim juga menegaskan Barang siapa melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan syari’at kami. Maka amalnya itu tertolak(HR. Muslim).
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan tersebut diatas maka timbul pertanyaan  besar, Kapankah Maulid nabi pertama kali dirayakan? apakah perayaan maulid Nabi juga dirayakan oleh Rasulullah SAW dan Para Sahabat atas Nabi-nabi sebelumnya? dengan demikin jelas bahwa Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak ada atau tidak dilakukan baik oleh beliau Nabi Muhammad SAW sendiri maupun Para Sahabat.

Komentar